Tentunya Anda sudah memahami mengenai coaching dalam konteks pendidikan, bagaimana komunikasi yang memberdayakan sebagai keterampilan dasar coaching, dan model TIRTA. oleh karena itu saya akan merenungkan dan mencoba menajwab sebuah pertanyaan dibawah ini :
- Apa yang dilakukan coach dalam membantu coachee mengenali situasi (permasalahan atau tantangan) yang dihadapi coachee?
- Bagaimana cara coach memberi respons terhadap situasi yang dihadapi coachee? (perhatikan secara cermat sikap dan perilaku coach)
- Apakah praktek coaching model TIRTA dapat dipraktekkan dalam situasi dan konteks lokal kelas dan sekolah Anda? apa tantangan utama Anda dalam melakukan praktek coaching model TIRTA?
- Siapakah yang dapat membantu Anda melatih praktek coaching model TIRTA di kelas dan sekolah Anda? Bagaimana Anda melibatkan mereka?
M E N C O B A M E N J A W A B :
1. Apa
yang dilakukan coach dalam
membantu coachee mengenali
situasi (permasalahan atau tantangan) yang dihadapi coachee?
Coach terlebih dahulu
mengenali tujuan utama yang ingin dicapai coachee
dalam proses coaching tsb. Kemudian coach menggali semua
hal yang terjadi pada diri coachee (identifikasi). Selama
proses coaching, coach dapat melakukan gaya komunikasi asertif dengan
coachee agar timbul rasa percaya dan aman. Ketika rasa aman itu
hadir dalam sebuah hubungan coach and coachee, maka coachee akan
lebih terbuka dan menerima ajakan kita untuk berkomunikasi. Keselarasan
pada tujuan mulai terbangun. Coach dapat mengajukan pertanyaan yang
dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin
belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri
dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi
pengembangan potensi dirinya. Namun demikian coach juga harus
menjadi pendengar aktif. Coach menunjukkan bahwa dia
mendengarkan coachee, bisa melalui bahasa tubuh seperti respon singkat,
anggukan, kontak mata, dll. Dengan mengajukan pertanyaan dapat mendorong
coachee menguraikan lebih lagi keyakinan atau perasaannya. Setelah itu
coachee dapat memberikan umpan balik untuk membangun
potensi yang ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya.
Umpan balik yang berupa dorongan positif diperlukan agar coachee
meneruskan hasil coaching ini sampai pada tahap aksi.
Langkah akhir adalah coach menuntun komitmen coachee
dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
2. Bagaimana
cara coach memberi respons terhadap situasi yang
dihadapi coachee? (perhatikan secara cermat
sikap dan perilaku coach)?
Dengan komunikasi asertif,
coach membangun sebuah kepercayaan diri, keakraban dan rasa hormat. coach
menjadi pendengar aktif dengan melakukan kontak mata,
mendengarkan coachee, mengajukan pertanyaan, anggukan kepala, merespon
dengan bahasa tubuh yang tepat, fokus kepada apa yang dikatakan,
mengulangi apa yang didengar dari coachee, menunggu coachee berhenti
sebelum berbicara.
3. Apakah
praktek coaching model TIRTA dapat dipraktekkan dalam
situasi dan konteks lokal kelas dan sekolah Anda? apa tantangan utama Anda
dalam melakukan praktek coaching model TIRTA?
Praktek coaching model
TIRTA dapat dipraktekkan dalam situasi dan konteks lokal kelas dalam mengatasi
kompleksitas permasalahan murid. Setelah saya benar-benar memahami modul
ini, saya baru menyadari bahwa tantangan yang paling berat bagi saya untuk
menerapkan praktek coaching model TIRTA ini adalah pada tahap Identifikasi bukan
pada tahap tujuan akhir seperti saya sebutkan pada modul sebelumnya. Pada
tahap identifikasi inilah kunci keterampalian komunikasi seorang coach
dalam memfasilitasi coachee dan kunci suksesnya proses coaching. Dengan
keterampilan coachee berkomunikasi melalui mengajukan pertanyaan yang
efektif maka akan menstimulasi pemikiran coachee, memberikan perspektif
yang lebih luas, menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam, memberdayakan
potensi coachee dalam menganalisa topik, serta mampu memotivasi diri dalam
mengambil keputusan.
4. Siapakah
yang dapat membantu Anda melatih praktek coaching model
TIRTA di kelas dan sekolah Anda? Bagaimana Anda melibatkan mereka?
Secara umum Kepala
sekolah dan rekan kerja dapat membantu saya dalam
melatih praktek coaching model TIRTA di kelas dan
sekolah. Namun akan lebih spesifik lagi jika praktek coaching model
TIRTA dibantu oleh Wakasek kesiswaan, Guru BP/BK dan walikelas. Hal ini
disebabkan karena Wakasek kesiswaan, Guru BP/BK dan walikelas lah yang
paling sering terlibat dalam penyelesaian permasalahan dan kasus murid.
Saya melibatkan mereka ketika adanya permasalahan murid. Adanya
permasalahan murid saya akan mengkomunikasikan dengan Wakasek
kesiswaan dan/atau Guru BP/BK dan/atau walikelas untuk melakukan proses
coaching.
0 comments:
Posting Komentar