Sederhana dan Bersahaja
Sederhana dan
bersahaja adalah bagian dari akhlak nubuwah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam contohkan. Sebagai
seorang Nabi dan Rasul sekaligus pemimpin kaum muslimin, tidak membuat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bergaya berlebihan
dalam hidup.
Sikap
rendah hati, sederhana dan bersahaja melekat pada diri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sahabat Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengingat satu episode saat ia
melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidur
di atas tikar yang kasar hingga berbekas di wajah beliau.
Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertutur:
نَامَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حَصِيرٍ فَقَامَ وَقَدْ
أَثَّرَ فِي جَنْبِهِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ لَوِ اتَّخَذْنَا لَكَ
وِطَاءً، فَقَالَ: مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ
كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا.
“Rasulullah
shalalllahu ‘alaihi wa salam tidur di atas tikar yang kasar, ketika beliau
bangun, terlihat bekas tikar di wajah beliau. Maka kami berkata, ‘Ya
Rasulullah, bagaimana sekiranya kami siapkan karpet untukmu.’ Maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apa urusanku dengan dunia, sesungguhnya
aku di dunia ini hanyalah seperti musafir yang berteduh sejenak di bawah pohon
kemudian pergi berlalu.” (HR.
Tirmidzi No. 2377. Hadits shahih)
Inilah
prinsip Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
memandang dunia; tampak kecil dan remeh di mata beliau, sehingga hal tersebut
berpengaruh pada sikap beliau yang menjauh dari kemewahan dan memilih hidup
sederhana lagi bersahaja.
Bergaul Dengan Semua Orang
Ringan
saja bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk
bergaul dan membaur bersama orang-orang fakir-miskin yang dalam pandangan
masyarakat dinilai sebagai masyarakat berstatus sosial kasta rendah. Tapi
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sungkan
untuk melakukan hal demikian.
Sahabat
Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu pernah
menyaksikan kesederhanaan tersebut di depan matanya sendiri. Ia berkata:
جَلَسْتُ
فِي عِصَابَةٍ مِنْ ضُعَفَاءِ الْمُهَاجِرِينَ وَإِنَّ بَعْضَهُمْ لَيَسْتَتِرُ
بِبَعْضٍ مِنَ العُرْيِ فَجَلَسَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَسْطَنَا
لِيَعْدِلَ بِنَفْسِهِ فِينَا
“Aku
duduk bersama sekelompok orang-orang miskin dari sahabat-sahabat Muhajirin,
sebagian mereka menutupi sebagian yang lain dari ketelanjangan. Maka kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk di tengah-tengah kami untuk
menyamakan diri beliau dengan kami.” (HR.
Abu Daud No. 3666)
Menjadi
lumrah bagi seorang pemimpin kaum, apatah lagi penguasa besar untuk tampil beda
dari lainnya dengan menggunakan pakaian kebesaran agar mudah dikenali sebagai
sosok yang harus dihormati.
Akan
tetapi akhlak nubuwah yang ditunjukkan Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam justru sebaliknya.
Tidak
jarang orang-orang yang datang ingin bertemu, gagal mengidentifikasi sosok
beliau. Karena kesamaan tampilan antara beliau dan sahabat-sahabatnya yang
lain; sebuah penampilan sederhana dan bersahaja.
Sahabat
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan
satu kesempatan adanya seorang tamu datang bertandang mencari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tamu itu pun bingung
mencari sosok mulai yang bernama Muhammad.
دَخَلَ
رَجُلٌ عَلَى جَمَلٍ، فَأَنَاخَهُ فِي المَسْجِدِ ثُمَّ عَقَلَهُ، ثُمَّ قَالَ
لَهُمْ: أَيُّكُمْ مُحَمَّدٌ؟ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مُتَّكِئٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ، فَقُلْنَا: هَذَا الرَّجُلُ الأَبْيَضُ
المُتَّكِئُ. فَقَالَ لَهُ الرَّجُلُ: يَا ابْنَ عَبْدِ المُطَّلِبِ فَقَالَ لَهُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ أَجَبْتُكَ.
“Seseorang
masuk ke dalam masjid dengan menunggang untanya, lalu dia menambatkannya, dan
bertanya, ‘Mana yang namanya Muhammad?’ dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang bersandar
di antara para sahabat. Maka kami berkata, ‘Ini, laki-laki putih yang sedang
bersandar.’ Laki-laki tadi berkata, ‘wahai anak Abdul Muthallib.’ Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku menjawab panggilanmu.” (HR.
Al-Bukhari No. 63)
Amboi!
Lihatlah
bagaimana penampilan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang
begitu sederhana dan bersahaja, sampai tidak ada perbedaan antara beliau dengan
sahabat-sahabatnya. Sangat jauh dari kesan megah dan mewah ala para raja zamannya.
Akhlak
nubuwah ini semakin hilang ditelan zaman. Kian hari orang-orang justru ingin
tampil beda dalam penampilan dan gaya hidup demi mendapat pengakuan dan
penilaian sebagai trendsetter; yang mempopulerkan
sesuatu.
Tidak
jarang orang melakukan hal-hal aneh dan tidak lazim demi dianggap gaul dan
nyentrik. Hal ini tidak hanya dilakukan para pejabat dan penguasa, bahkan telah
merambah pada rakyat jelata. Gaya hidup sederhana dan bersahaja ala Nabi dan para sahabatnya sudah tidak menarik
lagi, kecuali bagi mereka yang memiliki hati yang bersih.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan tentang
kesederhanaan seperti yang diriwayatkan oleh sahabat Sahl bin Sa’ad
as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu:
ازْهَدْ
فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ
يُحِبُّكَ النَّاسُ
“Zuhudlah terhadap dunia, Allah akan mencintaimu. Dan Zuhudlah
terhadap apa yang ada pada manusia, manusia akan mencintaimu.” (HR.
Ibnu Majah No. 4102)
Dunia
ini sungguh menipu, perhiasannya menyilaukan mata manusia, dan setan menjadikan
indah dunia yang hanya sementara ini. Maka sungguh benar Firman Allah Ta’ala:
يٰٓاَيُّهَا
النَّاسُ اِنَّ وَعْدَ اللّٰهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَاۗ
وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللّٰهِ الْغَرُوْرُ
“Hai
manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah
kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang
pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS. Fathir : 5 ) Wallahu a’lam
0 comments:
Posting Komentar